Jepang, 7 Maret 2023 

Disabilitas perkembangan (developmental disorders) merupakan isu yang kompleks dan berdampak luas pada kualitas hidup dari penyandang disabilitas perkembangan, termasuk individu autistik, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), dan lain sebagainya. Di Indonesia, 3 dari 10 anak dengan disabilitas tidak memiliki akses untuk sekolah (SUSENAS, 2018). Mereka juga menghadapi kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan serta mengembangkan kemandirian. 

Untuk membangun pemahaman mengenai kebijakan dan implementasinya yang dapat mendukung kesejahteraan para penyandang disabilitas perkembangan di Indonesia, The National Center for Persons with Severe Intellectual Disabilities (Nozominosono) dari Jepang berkolaborasi dengan LSPR Institute of Communication and Business of Indonesia, menggelar sesi diskusi dan dialog “Japan-Indonesia Roundtable Discussion on Developmental Disorders Learning Session.” Acara diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang isu dan situasi penyandang developmental disorder di Indonesia dan Jepang dan memperkuat kemitraan antara Indonesia dan Jepang dengan membangun basis pertukaran dan dialog perwakilan kedua negara. 

Acara ini merupakan bagian dari Proyek Riset ERIA tentang Gangguan Perkembangan, kerja sama antara the National Center for Persons with Severe Intellectual Disabilities (Nozominosono) Jepang dan LSPR Institute of Communication and Business-Jakarta Indonesia, di bawah koordinasi dengan the Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Acara ini juga diadakan untuk merayakan 65 tahun hubungan diplomatic antara Jepang dan Indonesia. 

Di acara learning session yang bertempat di Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial Jepang pada 7 Maret 2023 ini, dibuka oleh the Honorary Excellency (H.E) Shinichi Isa (State Minister of Health, Labour and Welfare of Japan) serta dihadiri oleh H.E Takae Ito (Parliamentary Vice-Minister of Education, Culture, Sports, Science and Technology of Japan) dan jajaran staf dari Kementerian Kesehatan dan Pendidikan di Jepang. Kedua kementerian ini berbagi pengalaman tentang kebijakan dan implementasi terkait isu kesehatan serta pendidikan untuk penyandang disabilitas perkembangan di Jepang. 

Hadir sebagai perwakilan dari DPR RI, Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si, M.Psi. T. (Komisi X), H. Muhammad Farhan, S.E (Komisi I) dan Bimantoro Wiyono, SH (Komisi III). Hadir pula perwakilan akademisi dan komunitas autisme dari 3 (tiga) negara ASEAN, Dr. (H.C.) Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR, FIPR (pendiri dan CEO LSPR Institute of Communication and Business dan Sekretariat Jenderal ASEAN Autism Network), Dr. Adriana Ginanjar (Universitas Indonesia), Dang Uy Koe (Autism Society Philippines), dan Tam Pham (Vietnam Autism Network).

Dr. Adriana, yang juga merupakan orangtua dari individu autistik mengungkapkan perspektif positif holistik dalam strategi untuk memahami dan membantu penyandang disabilitas perkembangan dalam memaksimalkan kualitas hidup mereka. “Fokus pada aspek positif dan mengembangkan potensi mereka (individu disabilitas) secara maksimal. Artinya, jangan hanya melihat kelemahan mereka serta berusaha mengubah penyandang disabilitas untuk berperilaku seperti orang “normal” atau non disabilitas,” ungkap Adriana dalam presentasinya. 

Masaaki Kurihara (Direktur Departemen Kesejahteraan bagi Anak dengan Disabilitas Perkembangan) mengungkapkan pentingnya kerjasama antar lembaga kementerian untuk mengembangkan program-program lintas sektoral seperti layanan pendidikan khusus, penyediaan informasi untuk disabilitas serta dukungan untuk meningkatkan kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas perkembangan. 

Acara “Japan-Indonesia Roundtable Discussion on Developmental Disorders Learning Session” merupakan kelanjutan dari kolaborasi kegiatan riset internasional tentang disabilitas perkembangan (developmental disorder) di ASEAN yang dilakukan oleh LSPR Institute dan Nozominosono dengan dukungan oleh ERIA. Sesi dialog antar kedua negara ini juga digelar dalam rangka perayaan ke-65 hubungan diplomatik antara Jepang dan Indonesia. Sebagai penutup, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Bidang Sosial dan penyandang disabilitas Angkie Yudistia memaparkan pentingnya untuk mengembangkan dukungan dalam kerjasama internasional terkait disabilitas perkembangan, khususnya untuk di tahap berikutnya dapat memberikan kontribusi yang konkrit bagi rekomendasi pembuatan kebijakan di Indonesia.