LSPR Institute of Communication and Business menggelar Seminar & Art Exhibition bertajuk “Corruption = Red Flag (Spot It, Stop It, Say No)” pada 18 Desember 2025, bertempat di Amani Palladium Theatre, LSPR Transpark Bekasi, pukul 09.00–12.30 WIB. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa bahwa korupsi kerap bermula dari hal-hal kecil yang sering kali dianggap sepele dalam kehidupan sehari-hari.


Sumber: Dokumentasi Pribadi LSPR News

Acara dibuka oleh Rachel Ramadhani selaku Event Manager, yang menyampaikan bahwa seminar dan pameran seni ini merupakan hasil kerja dan proses pembelajaran selama kurang lebih empat bulan. Kegiatan ini tidak hanya menjadi bagian dari tugas akademik, tetapi juga wujud kepedulian mahasiswa terhadap isu sosial, khususnya pencegahan korupsi.

Opening remarks kemudian disampaikan oleh Dr. Mikhael Yulius Cobis, M.Si., M.M, selaku Vice Rector III LSPR Institute & Event Director. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa korupsi hampir selalu dimulai dari hal kecil dan ketidaksadaran akan integritas.

Ia menjelaskan konsep ‘Red Flag’ sebagai tanda peringatan saat integritas sedang diuji. Spot It berarti menyadari adanya ketidakjujuran, Stop It adalah keberanian untuk menghentikannya, dan Say No merupakan sikap tegas untuk menolak meski tidak sendirian.

Menurutnya, literasi antikorupsi perlu ditanamkan sejak dini. Ia memandang kegiatan ini sebagai praktik pembelajaran yang utuh, di mana mahasiswa tidak hanya belajar merancang sebuah event, tetapi juga bertanggung jawab atas dampak sosialnya. Ia berharap mahasiswa tidak hanya pulang membawa dokumentasi atau sertifikat, melainkan juga kesadaran baru bahwa perubahan besar dimulai dari keputusan kecil yang konsisten, karena integritas terbentuk saat tidak ada yang melihat.

Inspirational speech disampaikan oleh Dr. (HC) Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR, FIPR, selaku Founder & CEO of LSPR Institute of Communication and Business. Ia mengutip pernyataan Bill Gates yang menyebutkan bahwa red flag adalah tanda awal adanya praktik tidak etis atau ilegal, dan mengenalinya sejak dini memungkinkan seseorang bertindak sebelum korupsi menjadi sistemik.


Sumber: Dokumentasi Pribadi LSPR News

Dr. Prita menekankan bahwa korupsi tidak selalu berbentuk besar, tetapi dapat dimulai dari monopoli, konflik kepentingan, hingga tindakan kecil yang menghambat pembangunan. Ia kemudian menyampaikan nilai-nilai utama yang perlu ditanamkan pada mahasiswa, seperti keimanan sebagai landasan moral, rasa saling menghargai, integritas, kesopanan dan profesionalisme, ketekunan, kepercayaan diri, kemandirian melalui kreativitas dan inovasi, serta kepedulian sosial.

Menurutnya, dunia tidak hanya membutuhkan orang pintar, tetapi orang yang dapat dipercaya dan bermanfaat bagi sesama.

Usai sesi tersebut, suasana acara dibuat lebih hangat melalui nyanyi bersama lagu “My All”, yang dipandu oleh Dr. Prita dan diiringi oleh dua mahasiswa LSPR. Momen ini disambut antusias oleh peserta seminar. Sebagai bentuk apresiasi, Dr. Prita juga membagikan LEGENDA Coffee Astra serta burger KFC kepada peserta yang hadir. Acara kemudian dilanjutkan dengan penampilan dari LSPR Band Club, yang menampilkan dua vokalis perempuan dan laki-laki serta satu gitaris.

Sesi inti seminar dibuka oleh Febria Angeline Lebang, Analyst for the Eradication of Corruption Crimes. Dalam pemaparannya, ia menekankan bahwa korupsi dapat melibatkan siapa saja dan sangat adaptif terhadap konteks. Ia mencontohkan perilaku koruptif dalam kehidupan sehari-hari, seperti menitip absen, menyontek, plagiarisme, memanipulasi uang kuliah, hingga kebiasaan terlambat yang dinormalisasi.

Menurutnya, integritas berakar pada etika dan moral. Orang yang berintegritas akan mematuhi aturan bukan karena takut diawasi, melainkan karena kesadaran diri. Korupsi kecil yang dilakukan secara berulang dapat berkembang menjadi praktik besar ketika seseorang memiliki jabatan dan kekuasaan. Oleh karena itu, pencegahan harus dimulai sejak sekarang agar tidak menjadi kebiasaan yang dinormalisasi.

Pembicara kedua, Arlan Fernando Hasibuan, Vice President BEM LSPR 2025/2026, membahas korupsi dalam konteks organisasi mahasiswa. Ia menyoroti pentingnya transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan dana organisasi. Menurutnya, kurangnya keterbukaan, penyalahgunaan kekuasaan, tekanan ekonomi, serta gaya hidup menjadi faktor yang mendorong terjadinya korupsi.

Ia menegaskan bahwa mahasiswa memiliki peran penting sebagai agen perubahan dalam pencegahan korupsi, dengan menanamkan nilai kejujuran dan berani menolak praktik tidak jujur, seperti menitip absen. Korupsi, menurutnya, tidak selalu dimulai dari hal besar, melainkan dari ketidakjujuran kecil yang terus dibiarkan.

Pembicara ketiga, Assoc. Prof. Dr. Geofakta Razail, membahas korupsi dari sudut pandang psikologi komunikasi. Ia menjelaskan bahwa kebohongan kecil sering kali menjadi mekanisme bertahan hidup secara psikologis, namun jika dinormalisasi dapat merusak diri sendiri secara perlahan.

Ia memaparkan bahwa kebiasaan berbohong melibatkan emosi dan dapat menurunkan fungsi berpikir rasional, memicu kecemasan, serta menciptakan ketegangan psikologis yang dikenal sebagai cognitive dissonance.

Menurutnya, otak tidak membedakan kebohongan kecil dan besar. Rasionalisasi yang terus dilakukan dapat merusak ketahanan psikologis dan kepercayaan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Ia menegaskan bahwa kejujuran, akuntabilitas, dan transparansi merupakan modal utama dalam membangun kepercayaan yang utuh.

Setelah seluruh materi disampaikan, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab bersama seluruh pembicara. Seminar kemudian ditutup dengan penyerahan penghargaan berupa sertifikat dan tote bag bagi kepada para pembicara, serta sesi foto bersama sebagai penutup rangkaian acara.

Melalui Seminar & Art Exhibition “Corruption = Red Flag”, LSPR mengajak mahasiswa untuk lebih peka terhadap tanda-tanda korupsi, berani bersikap jujur, dan menjadikan integritas sebagai nilai utama dalam kehidupan akademik maupun sosial.

Artikel ditulis oleh Arzeti Rahmadia