Kepemimpinan Kuat Harus Disiapkan, Perguruan Tinggi Punya Peran Strategis Menciptakan Bibit Pemimpin Muda Untuk Masa Depan Indonesia

Penulis :

Taufan Teguh Akbari, Ph.D 

Chairman LSPR Centre For Leadership

Wakil Rektor 3 LSPR Institute

Dunia sedang menghadapi berbagai krisis multidimensi. Managing Director IMF, Kristalina Georgieva menyebutkan bahwa, “We are facing a crisis on top of a crisis.” Dia menyebutkan beberapa krisis yang menjadi permasalahan global saat ini, yaitu pandemi, perang Ukraina – Rusia, tragedi kemanusiaan, dan inflasi. Terkait masalah yang terakhir disebutkan, Chief Economist Outlook 2022 menyebutkan beberapa tantangan ke depan: inflasi dan gaji yang rendah, ketidakamanan pangan di negara berkembang, rantai distribusi yang terlokalisasi dan terpolitisasi, dan mundurnya globalisasi. Belum lagi kita berbicara tentang perubahan iklim.bPertumbuhan masalah yang terjadi tidak dibarengi dengan munculnya pemimpin-pemimpin yang siap memecahkan tantangan yang ada. Menurut Global Leadership Forecast 2021, hanya 11% organisasi yang memiliki kursi kepemimpinan yang kuat; lebih rendah dalam 10 tahun terakhir.

Kurangnya pemimpin yang cakap menjadi sebuah masalah fundamental. Pemimpin punya arti dan peran penting karena mereka yang menavigasikan organisasi. Karenanya, pemimpin yang cakap mutlak sifatnya untuk dimiliki. Terlebih, dunia terus berkembang dan berinovasi, khususnya di bidang-bidang seperti bioteknologi, nanoteknologi, kecerdasan buatan, neuroteknologi, energi terbarukan, dan antariksa. Dunia perlahan memasuki masa depan yang sebelumnya tidak terbayangkan. Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi, yang akan menentukan arah masa depan dunia mulai sekarang. Masa depan yang terbentuk bisa positif dan negatif tergantung bagaimana kita mempersepsikan dampak dari apa yang kita lakukan sekarang. Kita tentu tidak ingin dunia bergerak ke arah yang negatif, lebih-lebih sebuah bencana.

Singkatnya, ada dua permasalahan yang dunia global sedang hadapi, yaitu ancaman eksistensial dan krisis kepemimpinan. Kedua hal ini mempengaruhi bagaimana kita akan menyelesaikan masalah, apalagi dengan kondisi dunia saat ini. Kondisi dunia saat ini menuntut kita untuk bertindak dan mencari berbagai solusi permasalahan, baik di tingkat global maupun nasional.

Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan dan semua entitas harus mengambil peran itu. Dalam konteks Indonesia, negara kita sedang dalam proses menuju bonus demografi, di mana usia produktif melimpah. Dan ada banyak potensi anak muda yang mampu menjadi pemimpin. Ini menjadi momentum untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik dari sisi soft skill maupun hard skill.

Salah satu individu yang mampu mempengaruhi semua keputusan masa depan adalah seorang pemimpin. Peran penting tidak bisa dikesampingkan, bahkan salah satu yang terpenting dalam organisasi. Salah satunya adalah bagaimana mereka menavigasi tindakan hari ini untuk menciptakan masa depan yang dicita-citakan masyarakat. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin lintas industri: perusahaan, pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, dan sebagainya. Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan salah satu keterampilan penting yang harus dimiliki.

 

We Need More High-Quality Leaders

Pada tahun 2014, Deloitte menerbitkan hasil penelitian yang berjudul Human Capital Trends 2014. Salah satu temuan penting dari Deloitte adalah 10 prioritas perusahaan, di mana prioritas teratas adalah meningkatkan kapabilitas kepemimpinan di perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak entitas yang menyadari pentingnya memperkuat kemampuan kepemimpinan anggotanya. Ini juga merupakan sinyal yang baik bahwa kepemimpinan merupakan aspek penting yang perlu ditingkatkan, mengingat tantangan saat ini.

Tidak hanya itu, LinkedIn Workplace and Learning Report (2022) menerangkan bahwa prioritas utama dari L&D yang pertama adalah kepemimpinan dan manajemen. Kepemimpinan dan manajemen menjadi prioritas utama di kawasan Afrika Utara, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Sementara di kawasan Asia Pasifik, prioritas pertama adalah reskilling dan upskilling, di mana kepemimpinan dan manajemen menjadi prioritas kedua. Akan tetapi, setidaknya kita bisa menyepakati bahwa kepemimpinan telah menjadi top two priorities

Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang penting bukan hanya karena permasalahan yang melanda dunia saat ini, tetapi kepemimpinan merupakan landasan penting bagi kemajuan organisasi, lembaga pemerintah, masyarakat, dan sebagainya. Newstead, et al (2021) mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang baik menyiratkan orang dimotivasi oleh alasan yang tepat, berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain dengan cara yang etis dan efektif, dan bergerak menuju tujuan yang etis dan efektif. Mereka secara implisit menyebutkan bahwa pemimpin yang baik memiliki kualitas kebajikan yang baik. Kebajikan memberikan pemahaman yang bermakna dan komprehensif tentang ‘baik’ karena berlaku untuk kepemimpinan yang baik.

Selain itu, kualitas seorang pemimpin yang baik berbeda-beda. Cortess & Hermann (2021) mengungkapkan bahwa pemimpin dapat menjadi katalisator bagi tumbuhnya gagasan dan proses penjabaran gagasan, sebagai penilai pada tahap pengambilan keputusan serta penjaga implementasi gagasan. Goleman (1998) memberikan pandangannya tentang kemampuan apa yang harus dimiliki seorang pemimpin. Goleman menekankan kecerdasan emosional, di mana ia menyebutkan lima dimensi: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Reyes, et al (2019) menjelaskan, bahwa dalam konteks tim, pemimpin perlu fokus pada pembangunan tim, daripada fokus pada struktur. Pemimpin perlu menciptakan struktur yang mampu mengoptimalkan kinerja tim, menentukan tujuan dan pembagian tugas, meningkatkan keamanan psikologis, dan meningkatkan kinerja tim dengan umpan balik dan penghargaan.

Dunia kita sekarang bergerak menuju masa yang penuh dengan ketidakpastiaan. Ketidakpastiaan tentu membuat segala kebijakan harus berdasarkan perubahan pada lingkungan sebagai pertimbangan utama. Kepemimpinan memegang peranan penting untuk menjadi driver bagi institusi mereka supaya bisa mengarahkannya menuju masa depan yang baik. Tanpa pemimpin yang baik, institusi memiliki kemungkinan bertahan yang kecil di tengah zaman ketidakpastiaan.

Oleh karena itu, Indonesia harus mempersiapkan sumber daya manusianya. Kita perlu membekali mereka dengan kemampuan kepemimpinan yang mumpuni dan harus ditempa sejak dini. Momen anak muda masih berada di perguruan tinggi. Mereka nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan, baik itu di perusahaan, pemerintahan, organisasi nirlaba, bahkan lembaga pendidikan. Mahasiswa berada dalam fase pertumbuhan pola pikir, sikap, dan perilaku, sehingga ini dapat menjadi peluang yang baik untuk meningkatkan kapasitas dan membentuk kualitas pemimpin nasional dan global.

Menjadi momentum yang tepat untuk mengembangkan potensi kepemimpinan Mahasiswa/I Indonesia sesuai karakter kepemimpinan Indonesia. Indonesian Leadership merupakan pendekatan kepemimpinan asli Indonesia yang berlandaskan kepercayaan diri bahwa sudah saatnya bangsa ini unjuk gigi menunjukan taringnya memimpin perubahan peradaban dengan gaya asli yang hanya dimiliki pemimpin Indonesia. Kepemimpinan yang berasaskan prinsip gotong royong sebagai fondasi utama.

Ada tiga bagian dalam Indonesian Leadership yaitu humanis, strategis, dan taktis. Indonesian Leadership yang humanis memiliki tiga karakter berikut. Pertama, kepemimpinan yang humanis, membumi, humoris, santun dan mengedepankan empati. Pemimpin yang memiliki relasi yang kuat antar anggotanya agar bisa menciptakan harmoni dalam bekerja. Kedua, kepemimpinan yang akomodatif terhadap perbedaan dan berbagai heterogenitas lain di Indonesia. Kepemimpinan yang inklusif, yang tidak memandang seseorang dari latar belakangnya. Yang pemimpin lihat hanyalah kompetensi dan komitmen dari anggotanya untuk berkembang. Terakhir, kepemimpinan yang tidak melupakan sejarah, mengedepankan nilai historis kebangsaaan. Indonesia memiliki banyak nilai sejarah, pemikiran yang bisa dijadikan rujukan untuk bersikap dan bertindak, sehingga penting untuk tidak melupakan sejarah bangsa. Secara garis besar, kepemimpinan yang humanis berarti merespon emosi dan perbedaan setiap orang dan mengubahnya menjadi kekuatan.

Indonesian Leadership yang strategis berarti kepemimpinan yang terbuka terhadap perubahan, percepatan, dan ketidakpastiaan. Pemimpin yang adaptif terhadap berbagai dinamika yang terjadi. Selain itu, Indonesian Leadership mengedepankan kemakmuran dan kesejahteraan anggotanya. Indonesian Leadership juga mengedepankan solidaritas dan keselarasan antara manusia (mikrokosmos) serta alam (makrokosmos). Artinya, pemimpin berusaha untuk berkontribusi baik kepada masyarakat dan lingkungan dengan membuat model bisnis atau kepemimpinan yang bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat dan lingkungan. 

Kepemimpinan strategis juga terbuka terhadap kerja sama untuk memaksimalkan seluruh potensi di Indonesia. Pemimpin menyadari bahwa untuk bergerak jauh tidak bisa sendiri. Butuh kolaborasi antar berbagai pihak agar tujuan bisa tercapai. Terakhir, kepemimpinan strategis menghubungkan, mengharmonisasi, dan merangkul berbagai pihak (gotong royong). 

Berbicara aspek taktis, ada lima karakteristik dari Indonesian Leadership. Mereka membangun Indonesia dari garis terluar, membangun Indonesia dari pinggir. Pemimpin taktis menyadari bahwa Indonesia dapat berkembang lebih jauh jika seluruh sudut-sudut Indonesia berhasil dibangun. Indonesia tidak hanya masyarakat urbannya yang perlu dikembangkan; masyarakat rural juga harus dikembangkan. Karakter berikutnya dari sisi taktis adalah kepemimpinan yang demokratis dan mengikutsertakan berbagai elemen dalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan Indonesia yang taktis juga responsif menyikapi keadaan di sekitarnya dan kepada kaum marjinal. Kepemimpinan taktis juga kepemimpinan yang turun langsung (blusukan).

Tidak hanya berbicara dalam tatanan praktis. Riset tentang kepemimpinan kontemporer perlu diintensifkan. Tujuannya agar dapat menjadi rujukan dan best practices bagaimana pemimpin seharusnya melakukan sesuatu. Ini bisa menjadi referensi penting agar pemimpin dapat meningkatkan kapasitas diri.

 

Perguruan Tinggi Sebagai Pencetak Pemimpin 

Melihat krisis kepemimpinan yang terjadi, menjadi sebuah keharusan bagi semua pihak untuk membekali sumber daya manusia kita dengan kemampuan kepemimpinan. Dalam dunia ekonomi global abad kedua puluh satu, kepemimpinan yang efektif sangat penting bagi individu, organisasi, komunitas, dan perusahaan untuk maju. Kepemimpinan memerlukan kemampuan untuk membujuk orang lain untuk bekerja sama menuju tujuan bersama. Kepemimpinan juga merupakan seni yang membutuhkan pembelajaran sepanjang hayat. 

Perguruan tinggi sebagai salah satu garda terdepan dalam mencetak sumber daya manusia unggul, perlu untuk menanamkan nilai kepemimpinan. Alhasil, saat mahasiswa/I keluar dari perguruan tinggi, mereka tidak hanya punya bekal hard skill, tetapi juga soft skill, khususnya kemampuan kepemimpinan. Anak muda ke depan akan menjadi harapan bangsa dalam menyelesaikan kompleksitas masalah, sehingga perguruan tinggi harus siap mengemban tugas itu.

Sebagai institusi pencetak pemimpin, perguruan tinggi perlu membekali mahasiswa/I dengan berbagai skillset. World Economic Forum pada tahun 2015 lalu, menjabarkan apa saja kemampuan yang semua murid harus miliki. Mereka membaginya menjadi tiga kategori besar, yaitu literasi dasar, kompetensi, dan karakteristik. Literasi dasar mencakup enam hal, yaitu literasi, numerik, literasi sains, literasi teknologi, literasi keuangan, dan literasi budaya dan sipil. Dalam kategori kompetensi, WEF merumuskannya dalam 4C (communication, critical thinking, creativity, dan collaboration). Di kategori terakhir, dalam sudut pandang WEF, siswa harus memiliki karakter – karakter sebagai berikut: rasa ingin tahu, inisiatif, gigih, adaptif, sadar sosial dan budaya, serta kepemimpinan. 

Berbicara kepemimpinan sebagai karakter, ada beberapa sikap yang menjadi fondasi apakah seseorang mampu menjadi pemimpin yang baik atau tidak. Salah satunya adalah empati. Empati menjadi kemampuan yang harus dimiliki, terlebih setelah COVID-19. Kepemimpinan yang empatik dapat membawa dampak yang besar bagi performa organisasi. Generasi saat ini, yaitu Generasi Z, 90 persen akan bertahan di perusahaan yang menerapkan empati, menurut survei dari Business Solver di tahun 2021. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa 50% CEO dan 72% karyawan percaya empati mendorong motivasi karyawan.

Melihat krusialnya kemampuan kepemimpinan, sudah saatnya perguruan tinggi fokus menempa mahasiswa/I agar menjadi pemimpin ke depannya. Sudah banyak perguruan tinggi yang mengembangkan kemampuan kepemimpinan, baik secara kajian maupun best practices. Misalnya Stanford Graduate School of Business memberikan edukasi tentang best practices kepemipinan baik secara kurikulum maupun konten. Mereka bahkan memiliki podcast tentang topik-topik kepemimpinan yang mengundang pemimpin global dari berbagai bidang. Podcast tersebut berbicara tentang mitigasi yang dilakukan pemimpin, komunikasi efektif, dan kemampuan kepemimpinan yang dibutuhkan. 

Universitas Cambridge di Britania Raya memiliki Cambridge Institute for Sustainability Leadership, di mana mereka memfokuskan diri untuk menciptakan generasi pemimpin yang memiliki tujuan yang sesuai dengan SDGs. Mereka telah membuat berbagai program, acara, webinar, dan lain sebagainya yang mendukung pemimpin di sektor UMKM, start-up, dan pengusaha agar memiliki paradigma sustainability.  

Tentunya masih banyak lagi perguruan tinggi yang fokus dalam pengembangan kepemimpinan, baik itu melalui kajian maupun forum pertemuan. Singkatnya, urgensi untuk membentuk pemimpin yang baik sudah terbentuk. Dengan pemikiran ini dan juga urgensi serta kepentingannya, London School of Public Relations (LSPR) mendirikan sebuah lembaga yang bernama LSPR Centre for Leadership (LSCL). LSCL bertujuan menjadi pusat pemikiran dan praktik pengembangan kepemimpinan, pelatihan, penelitian, dan konsultasi. Selain itu, LSCL berkeinginan kuat untuk membangun kompetensi, kapabilitas, dan kapasitas kepemimpinan pemangku kepentingan LSPR melalui webinar, event, program internasional, forum akademik, dan lain-lain. LSCL bekerja dengan mahasiswa, dosen, staf, dan pemangku kepentingan profesional dan eksternal untuk mengembangkan sumber daya kepemimpinan, menciptakan nilai, dan mengeluarkan potensi mahasiswanya.

LSCL mengkhususkan diri dalam mengembangkan pemimpin yang percaya diri, cakap, dan kreatif, memberikan pelatihan yang dimodifikasi dan kualifikasi profesional agar sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan LSPR. Sebagai bagian dari lembaga pendidikan yang inovatif, kreatif, dan progresif, LSCL akan memberikan keahlian penelitian serta akses terhadap berbagai pendekatan kepemimpinan yang muncul untuk memastikan pelatihan kami berada di garis depan kepemimpinan dan pengembangan bisnis.

LSCL akan membantu mengembangkan pemahaman yang lebih holistik tentang kepemimpinan dan bisnis, dan meningkatkan pemikiran kritis dan strategis untuk membantu Anda mencapai potensi penuh Anda. LSCL didedikasikan untuk memahami, menyelidiki, memajukan, dan menjelajahi bentuk, sumber, dan praktik kepemimpinan baru dalam konteks global. LSCL berusaha untuk menciptakan wawasan intelektual yang signifikan, stimulasi, dan dukungan praktis untuk kepemimpinan.    

Perguruan tinggi memiliki peran penting untuk menciptakan generasi pemimpin masa depan. Terlebih, jika dalam konteks Indonesia, usia produktif kita melimpah. Akan sangat disayangkan jika kita tidak memanfaatkan momentum bonus demografi untuk menempa kemampuan kepemimpinan di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama berusaha dengan semaksimal mungkin agar generasi muda ke depan mampu mengemban amanah untuk memajukan Indonesia. 

 

Sumber

Center for the New Economy and Society – Chief Economist Outlook 2022. Geneva: World Economic Forum.

LinkedIn. 2022. Workplace Learning Report: The Transformation of L&D. California: LinkedIn.

Schwartz, Jeff; Pelster, Bill. 2014. Human Capital Trends 2014 survey. https://www2.deloitte.com/us/en/insights/focus/human-capital-trends/2014/human-capital-trends-2014-survey-top-10-findings.html

Georgieva, Kristalina. Facing Crisis Upon Crisis: How the World Can Respond.  https://www.imf.org/en/News/Articles/2022/04/14/sp041422-curtain-raiser-sm2022

Reyes, et al. 2019. What Makes a Good Team Leader? The Journal of Character & Leadership Development, 88 – 101.

Cortes, Andres Felipe; Hermann, Pol. 2020. Strategic Leadership of Innovation: A Framework for Future Research. International Journal of Management Reviews, Vol. 00, 1–22.

Goleman, Daniel. 1998. What Makes a Leader? Harvard Business Review.

Newstead, et al. 2019. We don’t need more leaders – We need more good leaders. Advancing a virtues-based approach to leader(ship) development. The Leadership Quarterly, 1-11.

Soffel, Jenny. 2016. Ten 21st-century skills every student needs. https://www.weforum.org/agenda/2016/03/21st-century-skills-future-jobs-students/

Businessolver. 2021. State of the Workplace Empathy; Iowa: Businessolver

Segal, Edward. 2021. Latest Corporate Crisis: Only 11% Of Surveyed Companies Have A Strong Leadership Bench. https://www.forbes.com/sites/edwardsegal/2021/05/19/only-11-of-companies-have-a-strong-leadership-bench-according-to-new-study/?sh=54d8d85f2b62

DDI. 2021. Global Leadership Forecast 2021. Pennsylvania: DDI

https://www.cisl.cam.ac.uk/centres

https://www.gsb.stanford.edu/business-podcasts