

LSPR kembali sukses menggelar acara untuk mencegah korupsi baik dari dalam kampus maupun luar kampus. Acara ini dilaksanakan pada 16 Desember 2025 di Prof. Djajusman Auditorium and Performance Hall, Kampus Sudirman Park – LSPR Jakarta. Acara seminar ini dimulai dengan MC yang menyambut para peserta yang hadir dalam acara hari ini. Diawali kata pembuka dari MC yang menjelaskan bagaimana semestinya acara seminar berjalan. Memberi penjelasan materi apa saja yang akan dibahas dalam pertemuan kali ini, serta menyebutkan nama pembicara yang turut hadir. MC memeriahkan suasana di pembukaan acara serta mulai menyambut para pemberi kata sambutan dari pihak LSPR dan juga para narasumber.
Pihak LSPR, Ivana Putri Arzalia, memberikan sambutan sebagai event manager of Invisible Chains menyatakan ucapan terima kasih kepada yang turut hadir, para narasumber untuk memaparkan materi seminar hari ini, dan juga para pihak yang sudah mensponsori acara. Diharapkan dengan adanya seminar ini, mahasiswa LSPR akan lebih sadar tentang korupsi lebih dalam dan mengapa kita harus mencegahnya, serta apa dampak dari perilaku tersebut. Bertujuan agar mahasiswa dapat tumbuh menjadi generasi cerdas, berkarakter, dan membawa perubahan positif setelah mengikuti seminar ini. Berharap mahasiswa tidak hanya bermanfaat teori, tetapi juga kehidupan sehari-hari.
Kata sambutan kedua dilontarkan oleh Dr. Mikhael Yulius Cobis, M.SI., M.M. yang memperjelas bahwa korupsi menyebabkan kerugian ekonomi dunia hingga triliunan dollar setiap tahunnya. Lebih parahnya lagi dapat melebarkan kesenjangan sosial, melemahkan kepercayaan publik dan melemahkan kualitas hidup masyarakat. Negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung memiliki kualitas pendidikan, layanan kesehatan, dan sosial yang lebih rendah. Indonesia masih menghadapi masalah serius dalam konflik korupsi.
Maka dari itu, disinilah refleksi penting bagi mahasiswa di kampus. Korupsi bukan hanya soal uang negara, tetapi juga hadir dalam bentuk lebih dekat dengan kehidupan mahasiswa. Hal kecil bagi mahasiswa contohnya seperti menitip absen, plagiarisme, memanipulasi laporan kegiatan konflik kepentingan dan organisasi serta jalan pintas yang mengorbankan kejujuran. “Di dunia yang serba cepat, jangan tergoda memilih jalan pintas dengan mengorbankan kejujuran. Prestasi bisa dikejar, tetapi integritas dibangun dari kebiasaan kecil setiap hari.” tegas ulang Dr. Mikha.

Sumber: Dokumentasi Pribadi LSPR News
Bu Prita Kemal Gani sebagai Founder and CEO LSPR memberi sambutan ketiga sekaligus menegaskan bahwa dalam menyikapi korupsi dan kolusi jangan menjadi double standard. Perilaku korupsi tidak dibenarkan oleh siapapun, dimanapun, bahkan apapun situasinya. Korupsi bukan hanya soal uang, ini mencakup banyak hal, juga merebut perkembangan seseorang. Ia membekali audience dengan contoh hal kecil yang dilakukan sehari-hari sehingga membentuk kejujuran yang konsisten dan menjadi integritas diri.
Korupsi dapat diminimalisir dengan cara menaati 10 pillars LSPR yang menjadi dasar bagi mahasiswa LSPR, serta memberikan contoh penerapan 10 pillars LSPR dalam kehidupan sehari-hari. Pillars LSPR merangkum bagaimana mahasiswa seharusnya bersikap dalam keseharian dan mengarahkan mahasiswa untuk tetap dijalan yang baik. Sehingga dengan diterapkannya dalam kehidupan dapat membentuk integritas diri yang baik, percaya diri, dan siap bersosialisasi ke masyarakat. Diharapkannya mahasiswa dapat konsisten dalam melakukan hal baik sehingga dapat menuju perubahan yang bermakna di masa depan.
Sebelum narasumber memberikan materi untuk seminar kali ini, MC melakukan pemanasan topik sebelum dibahas terlebih dalam. MC melemparkan pertanyaan tentang apa yang ada di benak mahasiswa saat mendengar kata “korupsi”. Ada dua mahasiswa yang mengutarakan pendapatnya, mereka menjawab “tidak bermoral” ada juga yang berpendapat “zalim”. Lalu MC mengundang narasumber masuk ke acara agar korupsi dapat dibahas lebih jauh.
Narasumber pertama, Dr. Ir. Wawan Wardiana, M.T, yang merupakan anggota dari KPK RI mendefinisikan bahwa korupsi dibagikan dalam beberapa bagian, yaitu grand corruption dan patty corruption. Grand corruption adalah korupsi dalam skala besar yang nominalnya diatas 1 miliar dan pelakunya merupakan orang yang memiliki jabatan tinggi, reputasi yang berpengaruh bagi banyak orang. Sementara patty corruption kebalikannya, nominalnya tidak besar dan pelakunya merupakan rakyat kecil yang mempunyai corruption behaviour. Karena terbiasa dengan patty corruption, tidak heran jika suatu saat diberi kesempatan menjadi orang berpengaruh bisa menjadi grand corruption.
Ia menyatakan pembelajaran mencegah terjadinya corruption behaviour telah dilakukan pada anak-anak Indonesia sedari dini. Pihak KPK mengedukasi anak sekolah khususnya sekolah dasar untuk membiasakan perilaku jujur dan pembelajaran tentang korupsi.Untuk mempermudah anak-anak memahami pembelajaran tentunya diperlukan metode yang menyenangkan, pihak KPK mempunyai slogan “Jumat bersepeda KK” yang merupakan singkatan dari jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, kerja keras. Nilai ini harus ditanam dalam generasi muda Indonesia untuk menuju Indonesia emas 2045. Indonesia harus menolak keras pernyataan “Korupsi merupakan budaya Indonesia,”.
Narasumber kedua, Sheidy Christy Taju, ketua BEM LSPR periode 2025/2026 menyatakan bahwa nilai integritas sudah ditanam sedari kecil. Hal kecil sehari-hari harus dijaga untuk menghindari sikap merugikan orang lain maupun diri sendiri. Ia mencoba membangun budaya yang baik di LSPR yang dimulai dari melaksanakan organisasi dengan amanah dan tanpa korupsi dalam hal apapun. Gerakan di sosial media juga diperlukan untuk menggunakan korupsi, karena seiring berjalannya waktu pastinya juga dibutuhkan media lain untuk menyebarluaskan edukasi penting.
Narasumber ketiga, Dra. A. Kasandra Putranto, clinical forensic psychologist yang mencoba melihat korupsi dari sisi psikologis sang koruptor, seandainya ada hukuman yang tegas sudah pasti pelaku berpikir dua kali untuk mengambil risiko. Dimulai dari lingkungan kampus yang memperkuat hukuman untuk para pelanggar aturan seperti joki tugas, plagiator yang merupakan bagian dari corruption behaviour. Rasionalisasi penting, kesempatan harus kita kurangi, kebutuhan kita kurangi, untuk mencegah koruptor semakin merajalela. Semakin ketat peraturan dijalankan, kita berharap semakin kecil juga peluang koruptor untuk melakukan tindakan kriminalitasnya.
Kesimpulan pada seminar kali ini yaitu mengajak untuk mewujudkan Indonesia emas 2045, di tahun 2025 ini terlihat kemajuan luar biasa. Tetapi wacana Indonesia emas sangat butuh bantuan generasi muda untuk mewujudkannya, kita yakin dapat lebih baik lagi setelah berbincang hari ini dengan pembawa materi. Upaya meminimalisir korupsi tidak hanya bergantung pada sistem hukum, tetapi juga pada pembentukan budaya yang baik di lingkungan masyarakat. Budaya yang positif dijalankan secara berkelanjutan akan menciptakan generasi yang berintegritas.
Ditulis oleh Nauva Aulia
Disunting oleh Regina Valencia Elizabeth Kaunang











